Aku,
tidak pernah sebaik yang kamu pikir.
Dibalik
diam dan ketidakpedulian ku, aku berdoa semoga Tuhan memisahkan mu dengannya,
meminta Ia menyadarkan mu bahwa ada yang jauh lebih baik dari kekasihmu yang
sejak awal tak pernah ku sukai. Kamu pantas dapat yang jauh dan jauh lebih baik
darinya.
Do’a
itu ku panjatkan berbulan-bulan yang lalu, hingga terlupakan. Mungkin karena
aku menyadari, aku tidak diposisi yang baik jika meneruskan rasa yang akan
membuat kita saling tak nyaman. Aku membuat kamu berpikir aku menyukai orang
lain dan itu bukan kamu.
Dan
Tuhan mengabulkannya, ia memisahkan mu dan dirinya entah karena apa. Aku tak
tau, kamu bukan orang yang bisa bercerita—apalagi dengan ku. Pengakuan mu
tentang perpisahan mu dengannya membuat ku tertawa, aku menertawakan mu ketika
mendengarnya, bahkan terbahak. Tapi aku menyadari—betapa jahatnya aku karena bahagia
diatas rasa patah hati mu. Hingga aku tak berani bertanya—kenapa? Mengapa?
Bukankah dia gadis yang kamu cintai?
Aku
menghargai rasa patah hati mu, hingga memilih tidak bertanya. Aku biarkan,
toh—walaupun aku bertanya, kamu tidak akan menjawab. Siapa aku—hingga perlu
jadi tempat kamu bercerita?
Bagaimanapun
jahatnya aku, ada satu do’a yang kupanjatkan untuk mu di sela pinta ku agar Ia
memisahkan mu dengan gadis itu. Semoga kamu—diberikan gadis yang jauh lebih
baik darinya, gadis yang memang kamu butuhkan—bukan gadis yang kamu inginkan.
Berbahagialah walaupun tidak bersama dengannya, kamu hanya kehilangan seseorang
yang belum tepat untuk mu.
Dari
aku,
Yang tak
pernah kamu lihat, bahkan tak pernah kamu tatap.
0 komentar:
Posting Komentar