Kamis, 19 September 2019

Egois, Bodoh, Posesif dan Gila


Si egois ini—begitu tidak senang melihat mu pulang kerumah.

Padahal ia tau alasan mu pulang kerumah untuk bertemu dan menghabiskan waktu dengan orang tua mu. Tapi pasti saja ada waktu mu untuk bertemu dengan gadis itu bukan? Dia—cemburu, takut kamu pergi berdua dengan gadis itu, membunuh waktu bersama dengannya.

Si egois ini—begitu sedih setiap mendengar mu hendak pulang.

Dua hari akan ia lewati tanpa melihat mu, terlebih ia tak punya alasan untuk menanyakan kabar tentang keadaan mu. Ia selalu kebingungan bagaimana membunuh waktu untuk tidak merindu. Dua hari terasa berhari-hari.

Si bodoh ini—meradang setiap melihat mu dengan gadis baru yang kini sedang kamu tunjukan pada dunia.

Sayangnya ia tidak bisa apa-apa, karena dia memang sejak awal bukan siapa-siapa. Dan sejak awal—kamu memang sudah menekankan kalau kamu dan dia hanya sebatas teman. Ya—sebatas teman, tidak mungkin lebih. Menyedihkan.

Si posesif ini—begitu iri setiap melihat mu tersenyum dan bicara ramah dengan yang lain.

Sedangkan sikap mu dengannya berbanding terbalik, padahal ia sangat senang melihat mu tersenyum. Ia bersedia mendengar tanpa bicara untuk mendengar celoteh mu tentang hidup.

Si posesif ini—pencemburu

“Cemburu?” Sergah mu. “Merasa memiliki, kah?” Sialnya kata-kata itu membuatnya tak berkutik, bagaimana tidak—kamu bukan miliknya bukan? Jadi punya hak apa Ia untuk mencemburui gadis lain.

Si Bodoh ini—menyukai mu dalam diam

Walaupun ia merasa kamu tidak begitu bodoh untuk tidak sadar rasanya itu ada. Rasanya pada mu itu nyata. Kamu hanya pura-pura bodoh agar tak melukainya. Bagaimanapun kedepannya tidak akan baik jika tau lalu menolak rasanya bukan?

Si gila ini—lupa

Sebagaimana ia punya hak untuk mencintai mu, kamu pun punya hak untuk tidak membalas rasanya.

Si egois, si bodoh, si posesif dan si gila ini—mencintai mu dalam diam.

Dari pada merusak semuanya. Ia tak tau bagaimana cara untuk mencintai dengan benar, ia tidak tau cara memulai dengan tepat. Yang ia tau hanyalah berdoa pada Tuhan, untuk memalingkan wajah mu kearahnya—walaupun setidaknya saat bicara dengannya.

Aku.







Fiksi yang di fiksi-fiksikan
Love, Sekarsae
Share:

0 komentar:

Posting Komentar