Minggu, 30 Desember 2018

Antara Jawa dan Kalimantan


Sudah jalan tujuh bulan atau lebih tepatnya 206 hari aku sudah di pulau kalimantan, tepatnya kalimantan selatan. Tidak mudah—benar-benar sangat tidak mudah, terlebih lagi sudah dua belas tahun lamanya aku di Jawa—bahkan baru saat kuliah aku kembali ke kalimantan untuk sekedar liburan akhir semester. Bisa dibayangkan bukan? Aku yang selama dua belas tahun merasakan hirup pikuk kehidupan yang ramai, kini harus kembali ketempat ayah ibu ku yang harus ku tempuh 6 jam dari bandara.

Mungkin aku terlihat begitu dekat dengan ayah ibu dan adik ku, tapi sebenarnya? Aku merasa seperti orang lain di sekitar mereka. Aku mungkin tau tanggal lahir ayah ibu, tapi aku tidak tau apa makanan favorit mereka—menyesakan bukan. Aku adalah orang yang terakhir tau masalah keluarga yang ada di dalam keluarga ku. Aku—adalah orang yang tidak pernah didengar, karena memang aku benar-benar tidak tau apa-apa. Aku sayang mereka, tapi aku—tidak mengenal kedua orang tua ku sebaik adik ku mengenal mereka.

Kalau orang lain merasa senang jika bersama dengan orang tua mereka, tidak dengan ku. Mungkin karena aku belum menyesuaikan diri, aku terlalu bebas hingga rasanya disini sayap ku di potong.

Aku pun tidak banyak punya teman disini, teman-teman ku bisa di hitung dengan jemari tangan yang ku miliki. Terkendala bahasa adalah faktor utama, aku tidak enak kalau harus bicara bahasa indonesia terus menerus—takut dikira sok dan songong.

Tidak ada bedanya dengan di Jawa, disini tidak ada yang bisa ku panggil rumah. Aku tetap ngekos, tetap jauh dari orang tua. Lalu apa bedanya?

Tapi aku tetap melaluinya, terlebih sekarang aku punya pekerjaan disini. Aku mencoba menyesuaikan diri. Entah kelak aku bisa kembali ke Jawa atau tidak, ku pasrah saja pada yang kuasa. Dia paling tau yang terbaik.

Kalau ditanya “apakah kamu mau kembali kesana?” jawabannya “ya”, entah itu untuk sekedar liburan atau—untuk menetap.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar