Bahu
kita bersinggungan berkali-kali, awalnya memang tidak segaja—kita langsung
menjaga jarak begitu bahu kita bersentuhan. Namun lambat laun kita seolah
membiarkannya, membiarkan bahu kita bersinggungan, saling menyentuh. Tanpa kamu
sadari aku yang berdiri disamping mu, menatap mu berkali-kali, melihat mu ikut
bernyanyi mengikuti lagu yang dibawakan di konser yang sedang kita tonton. Aku
terpukau—namun tak mau mengakuinya, aku mengagumi mu tapi tak bisa
mengatakannya karena bagaimanapun ada tembok yang membatasi kita berdua. Hingga
aku memilih untuk melangkah mundur tanpa berani berjalan berdampingan dengan mu
dan menggenggam tangan mu.
“Terkadang
begitu sukar, untuk dimengerti semua ini. Kita terlambat, meski tlah kau semaikan
cinta dibalik senyuman indah, kau jadikan semua nyata seolah kau belahan jiwa.”
Aku
menoleh kebelakang, mencari sosok mu yang sejak tadi tidak terlihat. Namun
ternyata kini kamu berdiri dibelakang ku, seolah menjaga tempat ku agar tidak
direbut dari orang lain. Lambat laun posisi itu berubah, kamu berdiri disamping
ku—sambil menikmati lagu-lagu yang dibawakan.
“Meski
ku tak mungkin lagi menjadi pasangan ku, tapi ku yakini cinta kau kekasih hati.”
Bolehkan
aku jujur? Beberapa kali dengan segaja aku membiarkan bahu kita bersentuhan,
memukul-mukul mu manja saat grup Kahitna—saat itu—sedang menggoda para penonton
dengan gombalannya. Rasanya menyenangkan bisa bersama mu, aku sampai merasa di
tempat itu hanya kamu dan aku yang menonton Kahitna.
Aku
membiarkan tangan kiri ku lurus tanpa ku lipat didepan dada ataupun memegang
sesuatu, sambil berharap—mungkin saja bukan hanya bahu kita yang bersentuhan,
tapi juga tangan kita. Dan saat itu
datang, aku akan menyentuh dan menggenggam tangan mu erat.
“Memalukan bukan?”
Konser
itu terasa begitu cepat, kebersamaan kita terasa begitu singkat sampai aku
tidak menyadari bisa secepat ini. Saat keluar dari tempat itu, kamu berjalan
didepan ku, memunggungi ku hingga hanya punggung mu yang dapat ku lihat.
“Widya.”
Seorang gadis menoleh, ia tersenyum lebar begitu melihat mu muncul didepannya. “Acaranya
asyik.” Gadis itu salah satu panitia konser itu, bisa terlihat dari kaos yang
ia pakai. “Sayang kita nggak nonton
bareng.” Kamu mengulurkan jemari tangan mu, ia pun membalas uluran tangan mu.
Dan
aku—kini bukan hanya melihat punggung mu saja, tapi juga melihat tangan kalian
berdua berpautan dan saling menggenggam.
0 komentar:
Posting Komentar