Minggu, 22 April 2018

Cinta Sendiri


Bahu kita bersinggungan berkali-kali, awalnya memang tidak segaja—kita langsung menjaga jarak begitu bahu kita bersentuhan. Namun lambat laun kita seolah membiarkannya, membiarkan bahu kita bersinggungan, saling menyentuh. Tanpa kamu sadari aku yang berdiri disamping mu, menatap mu berkali-kali, melihat mu ikut bernyanyi mengikuti lagu yang dibawakan di konser yang sedang kita tonton. Aku terpukau—namun tak mau mengakuinya, aku mengagumi mu tapi tak bisa mengatakannya karena bagaimanapun ada tembok yang membatasi kita berdua. Hingga aku memilih untuk melangkah mundur tanpa berani berjalan berdampingan dengan mu dan menggenggam tangan mu.

“Terkadang begitu sukar, untuk dimengerti semua ini. Kita terlambat, meski tlah kau semaikan cinta dibalik senyuman indah, kau jadikan semua nyata seolah kau belahan jiwa.”

Aku menoleh kebelakang, mencari sosok mu yang sejak tadi tidak terlihat. Namun ternyata kini kamu berdiri dibelakang ku, seolah menjaga tempat ku agar tidak direbut dari orang lain. Lambat laun posisi itu berubah, kamu berdiri disamping ku—sambil menikmati lagu-lagu yang dibawakan.

“Meski ku tak mungkin lagi menjadi pasangan ku, tapi ku yakini cinta kau kekasih hati.”

Bolehkan aku jujur? Beberapa kali dengan segaja aku membiarkan bahu kita bersentuhan, memukul-mukul mu manja saat grup Kahitna—saat itu—sedang menggoda para penonton dengan gombalannya. Rasanya menyenangkan bisa bersama mu, aku sampai merasa di tempat itu hanya kamu dan aku yang menonton Kahitna.

Aku membiarkan tangan kiri ku lurus tanpa ku lipat didepan dada ataupun memegang sesuatu, sambil berharap—mungkin saja bukan hanya bahu kita yang bersentuhan, tapi juga tangan  kita. Dan saat itu datang, aku akan menyentuh dan menggenggam tangan mu erat.

“Memalukan bukan?”

Konser itu terasa begitu cepat, kebersamaan kita terasa begitu singkat sampai aku tidak menyadari bisa secepat ini. Saat keluar dari tempat itu, kamu berjalan didepan ku, memunggungi ku hingga hanya punggung mu yang dapat ku lihat.

“Widya.” Seorang gadis menoleh, ia tersenyum lebar begitu melihat mu muncul didepannya. “Acaranya asyik.” Gadis itu salah satu panitia konser itu, bisa terlihat dari kaos yang ia pakai.  “Sayang kita nggak nonton bareng.” Kamu mengulurkan jemari tangan mu, ia pun membalas uluran tangan mu.

Dan aku—kini bukan hanya melihat punggung mu saja, tapi juga melihat tangan kalian berdua berpautan dan saling menggenggam.


Share:

0 komentar:

Posting Komentar