Baru kali ini aku temukan undangan pernikahan yang di
sertai kata maaf di belakangnya. Seolah-olah ia—sang pengirim undangan—merasa
bersalah karena telah menikah dengan gadis lain dan gadis itu bukan aku—si
penerima undangan—, seolah-olah ia meminta maaf karena tidak bisa bersama ku
setelah sebelumnya—menjanjikan pernikahan yang indah di akhir cerita kami.
Ku lihat foto praweddingnya, ada satu foto menggelitik
ku—foto saat ia menatap sang calon pengantin perempuan dengan tatapan penuh
cinta. Aku bertanya-tanya apa yang dimiliki gadis itu hingga ia memilih menikahinya?
Bukankah aku lebih cantik—menurut ku aku jauh lebih baik, bahkan menurut
teman-teman kami—selain gelar dokter milik gadis itu tentunya, aku tak kalah.
Tapi gadis itu pasti punya sesuatu yang membuat ia memilihnya—sesuatu yang
tidak ku miliki seperti memotong jarak dan waktu supaya lebih dekat. Jujur aku
iri—terlebih tatapannya saat menatap calon istrinya, seolah penuh cinta—dan
apakah kamu pernah menatap ku dengan penuh cinta juga?
0 komentar:
Posting Komentar